Sistem Pendidikan Jepang Tidak Mengenal Ujian Nasional |
Pendidikan Jepang sama rata di mana pun di Jepang. Pada dasarnya tidak ada UN sebab memang tiruana sekolah sudah didasari oleh fondasi kurikulum yang dijaga sangat ketat oleh Kementerian Pendidikan Sains dan Teknologi Jepang (MEXT).
Pedoman Kurikulum Pendidikan (PKP) yang disebut gakushuu shido youryou sudah ada dan tiruana sekolah harus mengacu kepada hal tersebut yang sudah ditentukan MEXT atau Monbusho.
PKP tersebut wajib diikuti oleh tiruana sekolah, baik SD, SMP, SMA, dan sekolah Kejuruan di Jepang, yang memuat isi pendidikan dan detil pengajaran setiap mata pelajaran. Dapat dikatakan ibarat manual book, dan yang doloe digunakan yaitu kurikulum tahun 2002. Mulai tahun 2011 diganti dengan kurikulum yang baru.
Mengapa diganti? sebab kurikulum 2002 yang didiberi nama yutori kyouiku, pendidikan yang sangat mempersembahkan kelegaan sehingga mutu pendidikan anakdidik-anakdidik jadi menurun. Satu pola nyata yaitu menurunnya kualitas pendidikan matematika pelajar Jepang yang doloenya sering juara pertama matematika dunia, sekarang peringkat menurun drastis.
Pelajaran bahasa Inggris semakin ditekankan supaya pelajar Jepang sanggup lebih siap bergaul dengan kalangan internasional. Kebijaksanaan PM Jepang Shinzo Abe ingin sebanyak mungkin pelajar Jepang pergi berguru atau internship ke luar negeri sehingga wawasan anak muda Jepang jadi luas nantinya, wawasan internasional.
Kyoukasho atau buku pelajaran Jepang dibagikan gratis oleh pemerintah Jepang dengan aneka macam perbaikan. Kalau doloe sejarah hitam Jepang dengan penjajahannya berusaha tidak dimunculkan, sekarang sejarah Jepang sudah meliputi apa adanya, menuliskan sesuai sejarah di masa lalu.
Pendidikan di Jepang hingga dengan Sekolah Menengah Pertama Umumnya menerima subsidi uang dari pemerintah sehingga pelajar sanggup berguru gratis. Uang untuk anak kita bukan untuk orangtuanya. Tetapi ditransfer uang ke rekening orangtuanya, buat uang sekolah, beli makanan, transportasi sekolah dan sebagainya keperluan si anak.
Ada pula sekolah yang hingga dengan Sekolah Menengan Atas mempersembahkan subsidi kepada anakdidiknya. Tetapi yang Sekolah Menengan Atas itu sepertinya untuk masyarakat negara Jepang. Hal subsidi ini khususnya yang Sekolah Menengan Atas masih lebih kepada kecerdikan sekolah masing-masing. Tetapi hingga dengan Sekolah Menengah Pertama tiruana masyarakat negara yang ada di Jepang, miskin, asal visa sah dan lapor pajak dengan benar di Jepang, anaknya hingga dengan Sekolah Menengah Pertama akan menerima subsidi.
Ujian masuk sekolah di Jepang memang sangat susah. Kalau lulus, umumnya lulus tiruana, jika tidak lulus (ryunen) biasanya ada pendidikan suplemen bagi pelajar tersebut. Pada dasarnya sekolah mau meluluskan tiruana anakdidik hingga dengan Sekolah Menengan Atas asal si anak benar-benar berguru dengan baik sesuai petunjuk sekolah dan pendidikan yang didiberikan gurunya. Kaprikornus lulus sanggup dikatakan dengan gampang. Bahkan hingga dengan S3 (tingkat Doktor) pun sanggup lulus dengan praktis asal wajar-wajar saja. Namun masuk sekolah, apalagi masuk S1, S2 dan S3 sangat susah sekali di Jepang.
Sehingga ada aktivitas Juken atau semacam bimbel (bimbingan belajar) di Jepang supaya si anakdidik sanggup masuk sekolah yang diinginkan dengan baik. Orangtua anakdidik seringkali berjuang habis-habisan untuk memasukkan anaknya ke sebuah sekolah (kesukaan) sebab tahu masa depan akan baik. Misalnya masuk ke Universitas Tokyo (seperti Universitas Indonesia), maka masa depan si anak biasanya baik. Ini salah satu sekolah harapan di Jepang.
Tapi Sekolah Menengan Atas yaitu tanggung tanggapan masing-masing sehingga di sinilah mulai persaingan dengan aktivitas JUKEN ang harafiahnya mengikuti ujian masuk, tetapi secara umum merujuk pada aktivitas berguru untuk mempersiapkan ujian masuk. Dan biasanya anakdidik akan mengikuti pelajaran suplemen di bimbingan belajar, bimbel (Aku ingat topik ini yang membawaku ke blog Bang Hery Azwan tahun 2008 lalu).
Ada pula sistem undian atau Chuusen. Murid tertentu sanggup ikut ujian dan lulus lebih pertama jika beruntung terpilih dalam undian. Logika penulis, mestinya chuusen tersebut dilakukan sehabis ujian. Kalau ada yang tidak lulus, masih dimungkinkan ikut undian sehingga sanggup ikut lulus, sanggup masuk sekolah tersebut. Tapi di Jepang justru terbalik. Yang tidak menerima undian, yang gagal, tentu tidak sanggup ikut ujian dan tak sanggup masuk sekolah yang diinginkan tersebut. Kaprikornus di Jepang masuk sekolah bukan soal uang. Kalau benar sudah lulus ujian masuk sekolah, sudah diterima, barulah bicara uang masuk sekolah. Lain jika di Amerika Serikat, yang penting ada uang, berapa sanggup bayar, walau mahal, niscaya sanggup masuk sekolah.
Ulangan atau test kecil selalu dilakukan di Jepang untuk tetap memacu kualitas dan kuantitas berguru sang anakdidik supaya kualitas terjaga baik.
INI pendidikan Jepang yang benar-benar menekankan sumber daya manusia, menekankan pendidikan bagi manusia, terutama hingga dengan Sekolah Menengah Pertama tiruana orang tak peduli masyarakat Negara diwajibkan sekolah dan uang dari pihak pemerintah bagi yang miskin. Sangat adil sangat memmenolong sekali tiruana yang berdomisili apalagi masyarakat Negara Jepang sendiri sehingga tingkat pendidikan di Jepang 90% tinggi dan tidak tidak sama jauh. Akibatnya, komunikasi antar insan di Jepang berjalan dengan baik sebab mempunyai tingkat atau level pendidikan yang tidak tidak sama jauh.
Kini ada 10 sekolah Jepang akan hadir ke Jakarta hari Sabtu, 24 Agustus 2013 di Hotel Pullman ex Nikko Hotel Jl Thamrin 59 Jakarta Pusat mulai pukul 10.00 WIB - hingga pukul 18.00 WIB, tiruana sanggup berkonsultasi gratis di sana. Datanglah bersama orangtua mitra saudara dan kerabat lain. Manfaatkan peluang itu untuk melihat pula budaya Jepang di sana.
Sumber: Tribunnews
Tag :
Pendidikan,
Ujian Nasional
0 Komentar untuk "Sistem Pendidikan Jepang Tidak Mengenal Ujian Nasional"